Subscribe:
A blog full of random thoughts. Welcome!

Sabtu, 27 Agustus 2022

Hoaks Di Mana-mana, Tidak Perlu Berhenti Bermedia Sosial

Aku baru tahu ternyata pesan Whatsapp hanya bisa diteruskan maksimal lima kali. Mungkin aku baru sadar karena selama ini tidak pernah meneruskan pesan berkali-kali. Ada yang baru tahu juga? Iya, fitur ini mulai diterapkan 17 April 2019 silam untuk mempersulit penyebaran pesan bohong oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. [1] Namun, hoaks masih bertebaran di media sosial lainnya.


Januari 2020, virus SARS-CoV-2 menyebar ke berbagai belahan dunia. Dan parahnya, virus berita bohong juga turut serta meramaikan pandemi Covid-19 tersebut. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), berita bohong terkait Covid-19 paling banyak ditemukan di Facebook (3.351), Twitter (554), Instagram (32 konten), dan Youtube (49 konten). [2] Memang, sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia masyarakat dihimbau untuk isolasi mandiri dan mengalihkan aktivitas rutin ke metode daring. Hal ini menjadi salah satu penyebab netizen menghabiskan banyak waktu bermedia sosial dan meningkatnya kemungkinan terpapar hoaks. Dalam kondisi yang seperti itu, seharusnya kita lebih sadar dan selektif terhadap informasi yang kita terima.
 

"You are what you read." - Esko Valtaoja

Kamu adalah apa yang kamu baca, begitulah terjemahan dari kutipan tersebut. Apapun yang kita baca akan terekam di ingatan dan memengaruhi alam bawah sadar. Semakin banyak kita membaca berita palsu, lama-kelamaan kita akan terpengaruh dan percaya dengan berita tersebut. Terus, kita harus bagaimana?

Cakap Literasi Digital Sebagai Bekal Bermedia Sosial

Jika dilihat sekilas, cukup sulit untuk membedakan hoaks dan berita yang valid. Perlu usaha lebih untuk memastikan apakah suatu informasi berasal dari sumber yang tepercaya atau tidak. Sudah seharusnya masyarakat Indonesia sadar betapa pentingnya kecakapan literasi digital dalam menggunakan perangkat keras dan piranti lunak. Dengan begitu, masyarakat akan dapat bermedia sosial yang positif, kreatif, dan aman. [3]
 

Di Manapun Kita Berada, Tetap Etika yang Utama

Clickbait kini menjadi tren. Seringkali judul berita 'dipaksakan' untuk menjebak pembaca. Tetapi, siapa yang tidak 'panas' melihat berita palsu yang memicu debat kusir atau bahkan menyudutkan salah satu pihak?

Media sosial digunakan oleh jutaan orang dengan beragam karakter dan latar belakang. Etika tentu berperan penting dalam proses berkomunikasi dan kolaborasi secara digital. Tidak hanya sebatas itu, etika digital juga mencakup bagaimana kita menjaga privasi dan keamanan data digital. Menurut Anang Dwi Santoso, dosen Universitas Sriwijaya, materi keamanan berkaitan dengan konten negatif yang harus dihindari, hoaks salah satunya.  [4]
 

Solusi Bijak Bagi yang Pernah Menyebarkan Hoaks

Pernah tidak sengaja menyebarkan fake news? Berikut cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya menurut Septiaji Eko Nugroho, Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia sekaligus Masyarakat Indonesia Anti Hoax.

1. Tidak menghapus unggahan
Hoaks yang dihapus belum tentu akan menyelesaikan masalah. Biarkan saja berita tersebut pada sosial media kalian, agar pembaca bisa mengecek ulang jika ada pembaruan informasi.

2. Buat klarifikasi
Sampaikanlah bahwa informasi yang diunggah tersebut salah, lalu sertai dengan informasi yang benar. Klarifikasi dapat dicantumkan pada kolom komentar sehingga informasi yang valid bisa ikut tersebar ke orang yang menyukai atau membagikan unggahan tersebut. Selain itu, klarifikasi juga dapat dibuat dalam bentuk unggahan baru yang terpisah.

3. Hubungi pihak yang menyebarkan berita bohong

Pihak yang menyebarkan dan menyukai unggahan hoaks sepatutnya ikut bertanggung jawab. Jika memungkinkan, coba hubungi mereka agar turut serta memberi dan menyebarkan unggahan klarifikasi. Walaupun sulit, setidaknya ada niat baik untuk memperbaiki dan kedepannya berhati-hati agar tidak mengulanginya. [5]


Tidak usah khawatir dengan maraknya hoaks yang beredar di sekeliling kita, apalagi sampai berhenti bermedia sosial. Jika kita mempunyai kemampuan literasi dan beretika digital, kita pasti bisa memilah informasi mana yang patut dipercaya. Ayo saring sebelum sharing!


Catatan Kaki
[1] Halau Hoaks, WhatsApp Batasi Forward Pesan 5 Kali - Inilah.com

[2] Melawan Hoaks yang Mematikan - Inilah.com

[3] Hindari Penipuan Online dengan Cakap Literasi Digital - Inilah.com

[4] Saat Bermain Media Sosial Perlu Perhatikan Etika Digital - Inilah.com

[5] Lakukan Hal Ini Apabila Tak Sengaja Menyebar Hoax - Inilah.com

Senin, 26 April 2021

Gado-gado Tengah Malam

Pukul 02.08, di depan laptop, niatnya lanjutin kerjaan sambil nyobain hadiah meja lipat baru dari adikqu tercintah #eeeeeeaaaaaaaaa

I'm turn to 22 guys, gak ada yang mau ngucapin gitu? wkwkwkkwkwwk canda ngucapin :p (eh kok gitu jadinya ya wkwkwkwk)

Btw, ternyata ini postingan pertamaku di Tahun 2021 yak. Tiba-tiba kangen nge-blog lagi setelah baca blog orang lain 😂

Aku jamin postingan ini isinya bakal gak jelas, karena aku cuma pingin nulis apa yang pingin aku tulis. Yang tidak kuat tolong lambaikan tangan ke kamera ✋ 🎥


1. Tentang Ulang Tahun

Semakin dewasa, ulang tahun itu rasanya bukan hal yang mesti dirayakan dengan mewah, atau bahkan dipamerkan di media sosial. Entah ya, mungkin ini pandangan pribadiku aja, karena aku orangnya cenderung introvert yang tidak suka terlalu menjadi pusat perhatian. Aku juga bukan tipikal orang yang suka ngekode kalo mau ulang tahun. Menurutku, "diingat" ketika kita ulang tahun sudah sangat cukup kuadrat. Tapi aku sangat berterima kasih buat siapapun yang berusaha untuk memberi dan menyiapkan apapun untukku, I really appreciate 😁

Tapi kalo flashback lagi ke pengalaman-pengalaman sebelumnya, aku pernah beberapa kali berusaha bikin hadiah bahkan mikirin ide-ide aneh (baca:unik) untuk ngasi surprise ke keluarga dan temen-temenku. Apakah aku keberatan? Nope, gak sama sekali. Ketika rencana sok "ng-ide" ku berhasil dan ngeliat ekspresi bahagia di wajah keluarga atau temen, aku jadi seneng, pake banget. Rasanya kayak "yeayy berhasil, berhasil, berhasil, howrayy!!" (cieee bacanya sambil nyanyi wkwkwkwk). Mungkin, itu ya yang dirasain orang-orang ketika memberi sesuatu dan buat surprise untuk aku. Itulah alasan kenapa aku mengapresiasinya 😊


2. Tentang Menghadapi Kekhawatiran

Kalo dari konten yang beberapa kali pernah aku baca, biasanya usia 20an itu rentan sama yang namanya Quarter Life Crisis. Ya, aku mengakuinya. Aku sempat khawatir dengan hal-hal yang belum terjadi, misalnya nanti bakal dapet kerjaan apa enggak, aku bisa jadi orang tua yang baik apa enggak, and so on. Percayalah guys, ini rasanya gak enak, pake banget lagi. "Lah kok gak enak?" Iya soalnya gak pake garem wkwkwkwk canda garem 😆😆

Hehehe, yok yok kita serius. Khawatir yang cukup berlebihan dengan hal-hal yang belum terjadi itu sangat menguras tenaga, waktu, dan perhatian. Terlalu banyak mikir jelas membuat energi kita banyak terbuang. Waktu yang kita pake untuk mengkhawatirkan sesuatu harusnya bisa kita pake untuk melakukan sesuatu yang produktif. Dan perhatian kita ke hal-hal yang mengkhawatirkan harusnya bisa kita pake untuk memperhatikan diri sendiri, keluarga, sahabat, teman, ayang bebeb, hewan peliharaan, tanaman anggrek kesayangan, bahkan perhatian ke isu-isu terkini (asiquee).

Untungnya, aku cepet sadar kalo khawatir berlebihan itu gak baik kalo diterusin. Aku bersyukur ada Tuhan yang selalu menuntun aku untuk jadi lebih baik lagi. Aku bersyukur sering baca-baca buku dan konten tentang self development. Aku bersyukur punya keluarga dan circle yang supportif. Dan aku juga bersyukur punya tugas kuliah dan pekerjaan/kesibukan. Semuanya menyadarkan aku, kalo tenaga, waktu, dan perhatianku harusnya difokuskan pada mereka.

Untuk kamu yang masih sering mengkhawatirkan sesuatu, lakukanlah sesuatu supaya kekhawatiranmu itu tidak terjadi. Tapi inget yaa, hal yang dilakukan harus hal-hal yang didasari niat baik dan berdampak positif 😀


3. Tentang Pencapaian dan Lawan Katanya

Kalo ngomongin tentang pencapaian, kayaknya lebih enak kalo sekalian ngomongin tentang kegagalan juga. Yap, sampai saat ini, ternyata aku sudah pernah merasakan bermacam-macam hal, mulai dari yang menyenangkan sampe yang menyebalkan bahkan menyedihkan, mulai dari yang manis sampe yang pahit kayak sayur pare (tapi sayur pare enak kok kalo pake telur sama cabe). Yang paling terasa itu pengalaman waktu sekolah (SMA), kuliah, dan kerja.

Dari SMP aku bercita-cita ingin jadi arsitek. Sekarang aku bekerja sebagai desainer grafis karena memang sudah belajar desain sejak SMA. "Kapan jadi arsitek?" Kapan kapan aku jawab ya, semoga tercapai mwehehehee

Tepatnya kelas 2 SMA aku mulai belajar desain, mulai belajar photoshop, semuanya dari 0, otodidak. Aku mulai belajar karena tanggung jawab di sebuah event. Desain-desainku dulu menerima respon yang kurang baik, karena memang jelek hasilnya WKWKWKWKWK "Sempat down gak?" Ya iyalah! Tapi aku tetep belajar, biar kelar aja tanggung jawab itu kwkwkwkwkw dan syukurnya terlewati

Gak cuma itu, sempat juga beberapa kali ikut lomba desain dan dapet tanggapan yang kurang baik dari juri, intinya waktu itu desainku dibilang "berantakan". Walaupun masih jadi finalis, tapi tetep aja merasa gagal karena belum memenangkan hati jurinya #eakkk

Setelah beberapa lama menempuh pendidikan arsitektur, ternyata aku sadar, dulu sewaktu mendesain aku gak menerapkan prinsip dan unsur estetika, padahal ini kuncinya. Lalu di beberapa kesempatan aku mencoba memvalidasi kemampuan desain grafisku melalui kompetisi. Juara 3 kali, kalahnya banyak kali sampe lupa jumlahnya wkwkwkwkwk Oiya aku juga pernah beberapa kali ikut sayembara arsitektur, tapi belum pernah menang. Akhirnya aku berhenti meneruskan proses validasi itu, dan memutuskan untuk masuk ke dunia yang sesungguhnya, dunia kerja.

Aku mengawali karir sebagai seorang desainer grafis, di startup dan freelance (bersama dengan teman sejurusan). Rasanya seru banget ketika menerapkan ilmu yang kita punya untuk suatu project, apalagi skill kita diapresiasi orang lain!

Tapi ternyata bekerja sambil kuliah (khususnya kuliah arsitektur) itu rasanya seperti hidup di hutan rimba. Iya, harus berjuang mati-matian untuk beradaptasi. Singkat cerita, karena terlalu lelah dan terlalu banyak berpikir saat mendesain, aku sempat sakit beberapa hari, padahal waktu itu sedang mengambil Tugas Akhir. Kondisi diperburuk karena sifat bawaanku yang pemikir, aku jadi cenderung terlalu fokus pada konsep daripada mengejar target gambar Tugas Akhirku. Hasilnya? Iya, aku gagal meneruskan perjuangan di Tugas Akhir Periode 1. Di saat yang bersamaan, aku sempat menerima order dari client yang banyak maunya dan berujung tak dibayar. Boom!

Awalnya sempat khawatir karena takut mengecewakan banyak orang, tapi kembali ke topik nomor 2, aku harus berhenti khawatir, I must do something better. Syukurnya masih ada kesempatan di Periode 2, dan aku masih bisa melanjutkan progress yang sudah aku kerjakan di Periode 1. Di sisi lain, aku dan temanku juga mendapatkan 2 orderan dari client yang baik mwehehehe. Memang bener kata orang-orang ya, rejeki itu sudah ditentukan oleh Tuhan.

--------------------------------------------------------------------------------------------

Yah begitulah guys.

Sebenernya ceritanya masih panjang, tapi kayaknya itu aja udah kepanjangan deh wkwkwkwkwk

Oiya, setelah kupikir-pikir, ternyata judul "Gado-gado Tengah Malam" cocok juga ya jadi nama resep, tapi resep apa ya? Resep untuk mengobati kegalauan hati kamu #eeeeeeaaaaaaaalagi

Selasa, 25 Agustus 2020

Dilema Jadi Dewasa

15.56 di pojokan tempat makan favorit. Ditemenin ramen dan lagu jazz

#chakepp...

Ehh bukan mau pantun ya wkwkwkwk

Sore-sore sendirian dan banyak masalah, kadang hal-hal lain juga ikut datang menghantui pikiran, terutama yang berkaitan sama esensi kehidupan. Kenapa ya, selalu terbesit di pikiranku bahwa menjadi dewasa itu hal yang menakutkan. Jadi orang dewasa itu merepotkan, banyak hal yang harus diurus. Jadi orang dewasa juga sepertinya beban, kita harus bisa tenang di bawah tekanan dari berbagai kondisi. Kenapa kita gak jadi anak anak aja selamanya ya, main tanpa ngerasa beban, gak peduli penampilan, gak ada tugas kuliah, gak pusing nanti mau kerja dimana wkwkwkkwkw tapi gak mungkin lah ya. Kalau semua orang berpikiran kayak gitu, bisabisa dunia ini jadi playgroup #gaklucuhaha

Aku pernah baca quote yang mengatakan "Menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu adalah pilihan".

Berdasarkan quote tersebut, kalaupun menurutku menjadi dewasa itu menakutkan, sebenarnya aku bisa saja tidak memilih untuk menjadi dewasa wkwkwkwkkwkwk

Gimana ya,
Terkadang kita gak sadar kita ini udah dewasa atau belum, sampai kita menemukan orang yang lebih kekanak-kanakan daripada kita
Dan kita juga terkadang merasa masih kekanak-kanakan setelah menyadari kita sudah melakukan hal yang bodoh wkwkwkwkwkkw

Yah kedewasaan itu memang gak bisa diukur ya (kayaknya)
Tapi setelah kupikir-pikir,
mau tidak mau kita akan jadi dewasa setelah menghadapi masalah yang kita hadapi sendiri
walaupun awalnya kita tidak berniat dengan sengaja untuk mendewasakan diri kita sendiri

Jadi kesimpulannya apa ya wkwkwkwkwk

Nikmati aja hidup ini, okeh!?

(Random thought, 25 Agustus 2020)

Kamis, 25 Juli 2019

Masih Mau Menunggu?

Hello readers,

Kalian ngapain aja sih kalo lagi nunggu (sesuatu)?
Baca buku, dengerin lagu, atau mengecek ponsel kah?
Atau justru menggerutu karena tak mau membuang waktu secara percuma?

Well,
Semua orang pernah 'menunggu'
Namun tak semua orang mempunyai skill untuk melakukannya

"Lah, kok nungguin sesuatu mesti pake skill? Kayak apaan aja.."

Yap..
Walau terdengar sederhana, menunggu itu butuh 30% kesabaran, 25% pengertian, 20% ketulusan, dan 25% pengorbanan (yahh kurang lebih gituu)


Mungkin kalian pernah mengantre di teller bank di siang hari kerja, dan antreannya rameee bangettt
Ternyata kalian dapet nomor "93"
Dan di ruang tunggu baru sampai nomor antrean "35"
Di saat itu kalian punya pilihan
"Tetap menunggu, tinggalkan, atau kembali lagi besok?"


Mungkin kalian pernah menunggu seseorang
Sudah membuat janji namun dia 'ngaret'
Sudah mematangkan rencana namun dia tiba-tiba ada urusan
Bahkan lebih parahnya dia lupa
Sampai tak memberi kabar
Padahal kalian sudah siap, rapi, tinggal berangkat, gas!
Di saat itu kalian berpikir
"Marah atau maklumi saja?
Tunggu sebentar lagi atau tinggalkan saja?"


Mungkin kalian pernah berjuang mati-matian
Bekerja sampai larut malam
Dan bangun di pagi buta
Hanya untuk menempa diri demi masa depan yang lebih baik dari hari ini
Namun ternyata kalian merasa masih 'disitu-situ aja'
Statis
Tak ada perubahan
Ditambah lagi rekan-rekan seperjuanganmu yang mulai bersinar
Dan kalian masih dengan video motivasi dari channel youtube Merry Riana
Di saat itu kalian bergumam
"Tunggu dan tetap berproses, atau cari jalan lain?"


Dilema yaa..
Padahal cuma ilustrasi sederhana di kehidupan kita

Pilihannya cuma "menunggu atau tidak"
Tapi apapaun pilihannya,
Minumnya teh botol sosro *ehh bercanda wkwkwk
#bukaniklan #bukanpromosi #becandadoanginimah

Back to the topic..
Memilih untuk menunggu maupun tidak, kembali lagi kepada pribadi masing-masing
Namun siapapun yang bersedia untuk menunggu, mereka berhak diberi apresiasi

Iya, apresiasi atas kesabaran, pengertian, ketulusan, dan pengorbanannya
Kita tak pernah tau apa yang seseorang korbankan demi sebuah penantian
Mungkin ia pernah menangis, berkorban perasaan karena menunggu seseorang yang dirindukannya
Mungkin ia pernah meninggalkan hal-hal penting hanya untuk menunggu kedatangan ibunda tercinta
Mungkin ia pernah merelakan masa muda untuk membayar penantian orang tuanya yang menginginkan ia sukses
Dannn masih banyak 'mungkin-mungkin' lainnya
Yang kita tak benar-benar tau undercover-nya


Wahai kalian yang sedang menunggu, menunggu apapun itu,

Kita memang tak pernah tau jawaban dari sebuah penantian
Bisa saja baik, bisa saja buruk
Namun yang pasti
Sebuah penantian akan selalu di apresiasi
Bisa saja sekarang, atau mungkin nanti
Bisa saja langsung oleh-Nya, atau mungkin melalui ciptaan-Nya

Bagaimana,
masih mau menunggu kah?

-------------------------------------------------------------------
26 Juli 2019
02.58 WITA
Ditulis sambil menunggu

Minggu, 28 April 2019

Kenapa sih disebut 'Kepala Dua'?

Hey kamu yang lagi baca 😁
Kuyyy kita ucapin selamat dulu buat generasi kelahiran '99 yang tahun ini memasuki usia KEPALA DUA *yeayy*

INGATTT
Usianya yang kepala dua ya gaiss bukan tumbuh kepala trus kepalanya jadi 2 wkwkkwwk

Eitss, tapi ada yang tau gak sih kenapa orang yang berusia 20 tahun disebut 'kepala dua'?
Darimana sih istilah itu muncul?
Sejak kapan istilah itu digunakan?
Dan bagaimana pemahaman netijen sehingga istilah tersebut kerap kali digunakan?
Yak lengkap sudah rumusan masalah kita, yuk bikin karya tulis *nahloh(?)

Well guys,
Istilah ini memang unik dan bikin penasaran
Meskipun udah coba browsing dan gak dapet asal usulnya
Aku jadi mencoba memikirkan definisi 'kepala dua' versiku sendiri 😄


Yahh, memasuki 2 dekade dalam kehidupan,
Ada banyak hal yang mesti kita pikirkan dan rencanakan, pastinya banyak rintangan juga akan berdatangan
Secara psikologis, seseorang yang menginjak usia 20 tahun dianggap sudah dewasa dan matang dalam pemikirannya, juga lebih stabil dalam mengontrol emosinya


"Lah terus, dimana 'kepala dua' nya?"


Jika satu kepala bisa memikirkan banyak hal
Maka semakin banyak kepala, semakin banyak pemikiran yang bermunculan
Semakin banyak pula pertimbangan akan suatu hal

Nahh
Kalau sekarang kalian udah berkepala dua
Sudah saatnya kalian jadi lebih dewasa dalam berpemikiran
Pikirkan 2 kali, bahkan berulang kali sebelum bertindak
Jangan buru-buru emosi kalau ada hal yg gak sesuai sm kehendak kaliann
Pikirkan, pikirkan, dan pikirkan lagii
Sampai kedua kepala kalian benar-benar bisa saling mendinginkan satu sama lain 😀

Kalau kalian sudah bisa menggunakan kedua kepala kalian dengan baik
Gak akan ada masalah kok ketika kalian nanti berkepala tiga, empat, atau sepuluh sekalipun 😄

So, jangan takut berkepala dua yaa 😊

--------------------------------------------------------------------------

Dari : Indira yang baru tumbuh kepala kemarin
Untuk : kalian semua generasi '99

Semoga kita semakin dewasa😁